Sabtu, 21 September 2013


1. Perkemahan Sehari (Persari)
Kegiatan pramuka siaga ini mencakup kegiatan di luar lapangan (out door activity) yang lebih banyak bermain di alam bebas. Pada tahap ini, model perkemahanya hanyalah sehari saja, kalau saya menyebutnya dengan P4 (Pergi Pagi Pulang Petang) untuk mengajarkan kepada para siaga nilai kekompakan dan mini edukasi dari para pembina (yanda dan bunda).  Pramuka MI Bina Ummah

2. Darmawisata
Para Pramuka Siaga pergi ketempat-tempat tertentu sebagai ajang rekreasi dan menambah pengalamanya, setelah itu menceritakan apa saja yang telah di dapat dari hasil perjalanan yang di lalui. hal ini untuk melatih nilai responsive dan kepedulian para anggota pramuka terhadap sesama dan lingkungan serta melatih daya ingat yang dimiliki.

3. Karnaval
Tidak berbeda dengan karnaval pada umumnya, para siaga melakukan pawai serta menampilkan hasil karya kreativitasnya

4. Kegiatan Lainya
Beberapa kegiatan Pramuka siaga yang lain misalnya permainan bersama, pameran siaga, pasar siaga, pentas seni budaya pramuka dan lain-lain.

PRAMUKA SIAGA
Siaga adalah sebutan bagi anggota Pramuka yang berumur 7-10 tahun. Disebut Pramuka Siaga karena sesuai dengan kiasan masa perjuangan Indonesia, yaitu ketika rakyat Indonesia meyiagakan dirinya untuk mencapai kemerdekaan dengan berdirinya Boedi Oetome pada tahun 1908 sebagai tonggak awal perjuangan bangsa Indonesia.

KODE KEHORMATAN
Kode Kehormatan bagi Pramuka Siaga ada dua, yang pertama disebut Dwi Satya (janji Pramuka Siaga), dan yang kedua disebut Dwi Darma (ketentuan moral Pramuka Siaga). Adapun isinya adalah:

Dwi Satya
Demi kehormatanku, aku berjanji akan bersungguh-sungguh
2. Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, Negara Kesatuan Indonesia, dan mengikuti tata krama keluarga
1. Setiap hari berbuat kebajikan

Dwi Darma
1. Siaga berbakti kepada ayah dan ibundanya
2. Siaga berani dan tidak putus asa

Dua Kode Kehormatan yang disebutkan di atas adalah standar moral bagi seorang Pramuka Siaga dalam bertingkah laku di masyarakat. Jadi kalau ada seorang anggota Pramuka Siaga yang tingkah lakunya tidak sesuai dengan standar moral ini, dia belum bisa disebut Pramuka Siaga seutuhnya.

SATUAN
Satuan terkecil dalam Pramuka Siaga Barung setiap 4 Barung dihimpun dalam sebuah Perindukan. Barung diberi nama dengan warna semisal, Barun Merah, barung Hijauh dll. Sebuah Barung beranggotakan paling banyak 10 orang Pramuka Siaga dan dipimpin oleh seorang Pemimpin Barung (Pinrung) yang dipilih oleh Barung itu sendiri. Masing-masing Ketua Barung ini nanti akan memilih satu orang dari mereka yang akan menjadi Pemimpin Barung Utama yang disebut Sulung. Sebuah Perindukan terdiri dari beberapa Barung yang akan dipimpin oleh Sulung itu tadi.

SYARAT KECAKAPAN
Syarat Kecakapan Umum
Syarat Kecakapan Umum (SKU) adalah syarat wajib yang harus dipenuhi oleh seorang Pramuka Siaga untuk mendapatkan Tanda Kecakapan Umum (TKU). TKU dalam Pramuka Siaga ada tiga tingkat, yaitu:
1. Mula
2. Bantu
3. Tata

TKU dapat dikenakan pada lengan baju sebelah kiri dibawah tanda barung. TKU untuk Siaga berbentuk sebuah janur (ini juga diambil dari kebiasaan para pahlawan dulu untuk menandakan pangkat seseorang).
Syarat Kecakapan Khusus

Syarat Kecakapan Khusus (SKK) adalah syarat wajib yang harus dipenuhi oleh seorang Pramuka Siaga untuk mendapatkan Tanda Kecakapan Khusus (TKK). Khusus TKK tingkat Pramuka Siaga berbentuk segi tiga sama sisi dengan panjang masing-masing sisi 3 cm dan tingginya 2 cm. TKK dapat dipasang di lengan baju sebelah kanan membentuk setengah lingkaran di sekeliling tanda kwarda dengan puncak menghadap ke bawah.

Pesta Siaga
Pesta Siaga adalah pertemuan untuk golongan Pramuka Siaga. Pesta Siaga diselenggarakan dalam dan/atau gabungan dari bentuk:
1. Permainan Bersama, adalah kegiatan keterampilan kepramukaan untuk golongan Pramuka Siaga, seperti menyusun puzzle, mencari jejak, permainan kim dan sejenisnya.

2. Pameran Siaga, adalah kegiatan yang memamerkan hasil karya Pramuka Siaga.

3. Pasar Siaga (Bazar), adalah simulasi situasi di pasar yang diperankan oleh Pramuka Siaga sebagai pedagang, sedangkan pembelinya masyarakat umum.

4. Darmawisata, adalah kegiatan wisata ke tempat tertentu yang pada akhir kegiatan Pramuka Siaga harus menceritakan pengalamannya, dalam bentuk lisan maupun tulisan.

5. Pentas Seni Budaya, adalah kegiatan yang menampilkan kreasi seni budaya para Pramuka Siaga.

6. Karnaval, adalah kegiatan pawai yang menampilkan hasil kreatifitas Pramuka Siaga.

7. Perkemahan Satu Hari (Persari), adalah perkemahan bagi Pramuka Siaga yang dilaksanakan pada siang hari.

Lain-lain
§ Pembina Pramuka Siaga putra dipanggil Yanda dan Pembina Siaga Pramuka putri dipanggil Bunda.
§ Pembantu Pembina Pramuka Siaga putra dipanggil Pakcik dan Pembantu Pembina Pramuka putri dipanggil Bucik.
§ Bentuk barisan dalam Upacara Siaga adalah lingkaran dengan Pembina berada di tengah lingkaran. Ini mengandung filosofi bahwa cara pandang Pramuka Siaga yang masih terfokus pada satu titik.
§ Kegiatan untuk Siaga salah satunya pesta siaga yang berupa perkemahan satu hari tanpa menginab.





Jumat, 20 September 2013


Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy, Pemilik Pompes Internasional Terpadu Bina Ummah Batuaji

Usia boleh uzur, tapi semangatnya tak ikut surut. Mardiana masih terus mengajar walau usianya kini sudah 83 tahun. Jalannya masih kuat. Bahkan bicaranya juga masih jelas. Tak heran, Mardiana (87), pemilik pondok pesantren Internasional Terpadu Bina Ummah, Batuaji ini masih terus mengajar. Setiap sore, istri dari alm Dr.H.Adamri Al Husainy ini mengajar Al Quran, Sejarah Islam dan Ahlak di Madrasah Ibtidaiyah Bina Ummah.

Kemampuannya menguasai ilmu agama, diakui wanita kelahiran Ombilin Danau Singkarak ini karena suka membaca. ''Saya terkesan ucapan pak Soeharto, presiden kita itu. Dalam pidatonya dia mengatakan bapak, ibu yang tidak berkemampuan, banyaklah membaca,''kata Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy yang ditemui Batam Pos, Rabu (25/1) di rumahnya yang berada di dalam komplek Pompes Bina Ummah, Batuaji.

Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy yang saat itu harus menjadi bapak,ibu,juga nenek untuk kedelapan adikknya berusaha untuk tetap belajar. ''Ibu sudah meninggal saat usia saya 40 hari, dan bapak ke Jakarta dengan istri keduanya. Etek Bariah (kakak ibu) yang merawat saya sampai kelas satu SD. Selanjutnya nenek yang menyekolahkan sampai tamat SD. Dan sempat satu tahun sekolah di SGBM (sekolah guru). Setelah nenek meninggal, otomatis saya yang merawat adik-adik. Memasak,mencuci baju, dan mengurus rumah. Seringkali adik yang satu baru saja digendong agar berhenti menangis, eh adik yang lain sudah menangis,'' kenang wanita yang senang membaca buku-buku agama.

Dari gadis hingga sekarang, kebiasaan membaca buku tak pernah ditinggalkan Mardiana. ''Saya suka bangun malam, sholat tahajut. Sambil menunggu waktu Subuh, saya baca buku dan Al Quran,''kata sahabat karib Sri Soerdarsono, adik mantan Presiden RI.

Wawasannya yang luas seputar agama, membuat Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy sering diundang ceramah agama hingga ke negeri seberang. Rutin setiap akhir pekan Mardiana memberi ceramah agama untuk ibu-ibu pengajian di dua negara itu. Bahkan Mardiana sangat diidolakan Wan Azizah, istri Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim.

''Wan Azizah pernah tanya pendidikan saya. Dia tanya begini 'ibu S apa?'. Saya jawab es kosong. Saya jelaskan kalau es kosong itu hanya candaan saja. Yang benar adalah saya tidak punya gelar apa-apa karena hanya lulus SD,''kata wanita penerima penghargaan tokoh perempuan bidang agama dan pendidikan Kota Batam tahun 2011.

Sering bepergian ke luar negeri bukan berarti Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy fasih berbahasa Inggris. Mardiana mengaku selalu didampingi, Nora dan dr Asma sebagai penterjemah. Nora dan Asma, adalah dokter Indonesia yang bekerja di Singapura. ''Kalau di MRT sering ditanyain orang. Saya hanya bisa jawab yes dan no saja,''kata Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy sambil tertawa.

Sebelas tahun juga, Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy menjadi ustadzah di dua negara tetangga itu. Selama itu juga, Mardiana menggunakan uang pemberian jamaah untuk membangun panti asuhan, sekolah dasar enam lokal di Teluk Sunti, Pulau Terong dan pondok pesantren Bina Ummah di Batuaji. ''Dari one dolar dan 1 ringgit itu, dikumpulkan untuk beli pasir, semen juga batu bata. Saya ingat perjuangan umi dan bapak ketika mulai membangun panti asuhan dan sekolah. Mereka ikut mendampingi pompong yang bawa bahan bangunan itu dari Sekupang,''cerita Fathurrahman, anak keempat Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy yang ikut menemani ibunya siang itu.

Banyaknya penduduk Teluk Sunti ikut pengajian di Masjid Baitul Rahman, Sekupang, menjadi alasan Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy dan suaminya, mendirikan panti asuhan dan sekolah di pulau yang masuk dalam Kecamatan Belakang Padang. ''Dua minggu sekali di akhir pekan, umi berdua dengan bapak mendatangi pulau-pulau disekitar Pulau Terong, mengajar ngaji juga ceramah agama. Tapi sejak bapak meninggal, kami yang menemani,''kata Fatur yang pernah menemani ke pulau saat masih duduk di bangku SMP.

Kini sekolah dan panti asuhan itu, kata Fatur sudah dihibahkan ke Pemko Batam. ''Karena sudah tidak bisa lagi membagi perhatian antara Pompes Bina Ummah, di Batuaji, umi menghibahkannya,''kata Fatur yang juga sekretaris Yayasan Bina Ummah Kota Batam.

Sejak mendirikan pondok pesantren Internasional Terpadu Bina Ummah Tahun 1994, satu persatu anak-anak dari keluarga tidak mampu yang ada di Batam dititipkan di panti asuhannya. ''Dulu jumlahnya 100 sekarang sudah mulai berkurang, tersisa 40 orang. Karena ada yang sudah selesai kuliah dan bekerja. Tiga belas anak sudah dikuliahkan umi ke Pekanbaru. Mereka sekarang sudah menjadi guru di Moro, Pulau Bertam, Tanjungpinang, Tanjungbatu, dan Lingga. Satu anak lagi melanjutkan S2 ke Universitas di Malang,''kata Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy yang selalu mengajari anak-anak panti asuhan agar gemar menabung.

Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy mengaku sangat membutuhkan biaya yang sangat besar untuk membiayai operasional pondok pesantrennya. Tanpa bantuan dari pemerintah, ia berupaya menghasilkan keuangan sendiri. ''Waktu itu pondok pesantrennya jadi satu dengan rumah kami. Anak-anak panti tinggal bersama kami. Saya bersama anak-anak berupaya melakukan usaha sendiri untuk menghidupi pompes. Apalagi almarhum suami juga berpesan agar melanjutkan usahanya,''kata Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy yang berhasil membawa pompes Bina Ummah sebagai penerima penghargaan organisasi sosial berprestasi 1 tingkat Kepri.

Dulu, kata Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy, apapun dijual agar bisa menghidupi anak-anaknya juga anak-anak panti. ''Rumah kami tak pernah sepi. Ada saja yang tinggal bersama kami. Kalau dirata-ratakan isi rumah kami bisa sampai 30 orang. Kadang saudara umi, adiknya, atau keluarga dari kampung. Namun bagi umi, banyak orang bukan membebani, justru menjadi jalan untuk berusaha. Makanya umi pernah jualan lontong, katering, sampai buka rumah makan padang dengan pegawainya adalah saudara-saudara yang tinggal dirumah,''kata Fatur menimpali obrolan uminya.

Mardiana memang mengajari anak-anaknya untuk mandiri dan bisa hidup dalam kondisi susah. Jiwa dagangnya ditularkan pada lima anaknya. ''Kami pernah jualan es lilin, nasi lemak, juga kue. Kami sendiri yang buat. Biasanya pagi-pagi kami sudah memasak. Jualannya di madrasah, tempat umi mengajar,''kenang Fatur yang juga seorang sarjana ekonomi.

Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy juga berjualan kain dari rumah ke rumah. Karena kegigihannya itu, tak pernah sekalipun, anak-anaknya juga anak-anak panti asuhan tidak makan. ''Saya ikhlas. Pasti Allah akan menolong,''kata Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy
 

Kini pondok pesantren Bina Ummah makin berkembang. Yang dulunya, hanya sebuah bangunan rumah tinggal keluarga Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy yang juga dijadikan panti asuhan. Sekarang di atas lahan 2 hektar itu sudah ada gedung permanen Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), TK, masjid Ibadurrahman, kantor yayasan gedung workshop/cafetaria, asrama putra/putri, dapur/ruangan makan dan satu gedung forum kompang (komunitas seni Islam dan budaya Melayu) serta areal perkebunan dan perikanan.

''Minimarket, warnet, cafetaria, forum kompang, areal perkebunan dan perikanan adalah upaya swadaya kami menghidupi pompes. Untuk berharap dari siswa juga tidak bisa. Karena hampir 80 persen anak-anak yang bersekolah di Bina Ummah dari keluarga tidak mampu. Kami memang terima Dana Bos, tapi hanya cair sekitar 50 persen saja. Karena itu kami berupaya sendiri untuk membiayai pendidikan anak-anak disini,''kata Mardiana yang ingin sekali sekolahnya dikunjungi pemerintah daerah.

Dulu, kata Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy lagi, siswa yang berminat sekolah disini sedikit sekali. Bahkan siswa yang sudah sekolah pun banyak yang keluar. Karena dulu kondisinya tidak seperti ini. Ruang kelas yang tidak nyaman karena banyak yang retak-retak.
 

Namun dengan segala perjuangan bersama keluarga besar Hj. Mardiana, sekolah Bina Ummah sudah membaik. Bahkan kini sudah ada 23 orang guru yang mengajar di MI, MTs dan MA.
 

Agar biaya operasional tak terlalu besar, Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy mengajak seluruh anaknya mengelola yayasan. Seperti pengelolaan minimarket diserahkan pada menantunya, forum kompang ditanggani Taufiqurrahman, anak Mardiana yang juga seorang musisi. Dalam kepengurusan yayasanpun, Irwan Bachtiar, yang sekarang karyawan BP Kawasan ikut membantu, istrinya, dra. Ithru Misrina menjadi wakil ketua, Faturrahman, anak keempat Mariana ini menjadi sekretaris, dan menantunya, Ithru Darina menjadi bendahara. Selain itu putri Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy, yang bernama Ida Aliya duduk sebagai dewan pengawas bersama Riko Valentino (menantu) dan Nurhayati Asman (menantu).

Untuk cafetaria, perkebunan dan perikanan, dan pengelolaan sekolah,  Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy memberdayakan anak-anak panti asuhan. Mereka adalah anak-anak panti asuhan  yang sudah tamat kuliah maupun yang masih sekolah. Rencana kedepan, Mardiana akan menyekolahkan dua siswa yang juga anak panti asuhan di Universitas jurusan perbankan syariah untuk mengelola BMT yang akan dibuka bulan Februari mendatang. Kalau anak-anak panti yang masih sekolah, mereka diajarkan untuk menjadi pedagang, seperti jualan bakso di cafetaria. ''Lumayan dari gaji yang mereka dapat untuk uang jajan atau bisa ditabung untuk kuliah mereka kelak.''kata Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy.

Rencana lain, kata Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy, akan buka usaha laundri. Usaha ini sekaligus mengurangi kebiasaan membuang pakaian kotor pada 24 orang anak-anak panti asuhan yang masih duduk di kelas 1 sampai 5 SD. ''Saya sering temukan pakaian anak-anak ini di tempat sampah,''kata Ummi Hj.Mardiana Adamri Al Husainy yang masih sering mengontrol anak-anak panti.

Kamis, 19 September 2013

Madrasah Ibtidaiyah dalam sistem Pendidikan Nasional
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Dalam perkembangannya madrasah berlangsung sangat cepat. Pada pertengahan tahun 1960-an, terdapat 13.057 Madrasah Ibtidaiyah (MI), pendidikan setingkat sekolah dasar (SD) pada sistem pendidikan umum. Paling tidak terdapat 1.927.777 siswa yang mendaftarkan diri di MI. Pada pendidikan tingkat lanjutan pertama atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdapat 776 madrasah dengan 87.932 siswa. Sedangkan di tingkat berikutnya atau Madrasah Aliyah (MA) terdapat 16 madrasah dengan 1.881 siswa. Jumlah peserta pendidikan ini merupakan angka yang luar biasa bagi sejarah pendidikan di Indonesia[1].
Di tahun 1966, pemerintah mengizinkan madrasah swasta berubah statusnya menjadi madrasah negeri. Alhasil, ada 123 MI, 182 MTs, dan 42 MA yang menjadi madrasah negeri[2]. Konsekuensi, manajemen madrasah secara total bergeser dari masyarakat ke pemerintah. Meskipun demikian, sekitar 90 persen madrasah masih dikelola masyarakat setempat dengan bentuk yayasan.
Secara legal, madrasah sudah terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional sejak di-berlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional[3]. Perkembangan madrasah kemudian berlangsung cepat. Di tingkat MI, siswanya mencapai 11 persen dari total siswa tingkat dasar. Di tahun 1999, terdapat 21.454 MI dan sekitar 93,2 persennya diselenggarakan oleh pihak swasta. Tahun 1999 terdapat 9.860 ma-drasah dan sekitar 88,1 persennya merupakan madrasah milik swasta[4].
Melihat kenyataan tersebut sudah tidak diragukan lagi bahwa Madrasah Ibtidaiyah (MI) memiliki kontribusi nyata dalam pembangunan pendidikan. Apalagi dilihat secara historis, Madrasah memiliki pengalaman yang luar biasa dalam membina dan mengembangkan masyarakat. Bahkan, Madrasah mampu meningkatkan perannya secara mandiri dengan menggali potensi yang dimiliki masyarakat di sekelilingnya.
Proses pengembangan Madrasah Ibtidaiyah (MI) selain menjadi tanggung jawab internal Madrasah, juga harus didukung oleh perhatian yang serius dari proses pembangunan pemerintah. Meningkatkan dan mengembangkan peran serta Madrasah dalam proses pembangunan merupakan langkah strategis dalam membangun masyarakat, daerah, bangsa, dan negara. Terlebih, dalam kondisi yang tengah mengalami krisis (degradasi) moral. Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai moral, harus menjadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit moral bangsa. Sehingga, pembangunan tidak menjadi hampa melainkan lebih bernilai dan bermakna.
Secara khusus, ketentuan tentang pendidikan keagamaan ini dijelaskan dalam Pasal 30 Undang-Undang Sisdiknas yang menegaskan: (1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. (4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, Madrasah, dan bentuk lain yang sejenis.
Bahkan dalam PP RI NOMOR 19 THN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Standar Kompetensi Lulusan di jelaskan pada pasal 26 ; Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian akhlak mulia serta ketrampilan unutk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
I. Menyoal Revitalisasi MI di Era Otonomisasi Daerah dan Tantangan Globalisasi
A.    Madrasah Ibtidaiyah; Peran dan Karakteristiknya
1)      Peran Madrasah dalam sistem pendidikan nasional dan variasi antar Daerah.
Madrasah Ibtidaiyah secara nasional memberikan kontribusi yang signifikan terhadap sistem pendidikan nasional sebagai alternatif dari sekolah umum, cepat merespon perkembang tuntutan masyarakat akan pendidikan, menampung siswa perempuan, kurang mampu, dan terisolasi, sebagian besar diselenggarakan oleh swasta ( sekitar 11% ) dan memberikan landasan yang kuat dalam menanamkan nilai dan norma keagamaan disamping pengetahuan umum seperti di sekolah umum sejak dini.
Di beberapa komunitas, Madrasah merupakan pilihan, tetapi di daerah terpencil dimana sekolah umum yang diselenggarakan pemerintah belum ada, Madrasah swasta menjadi satu-satunya jenis pendidikan umum yang tersedia. Secara nasional tingkat pertumbuhan siswa pada Madrasah Ibtidaiyah adalah sebesar 2,5 % per tahun.
Madrasah Ibtidaiyah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendidikan umum di Indonesia, oleh karena itu perlu dipertimbangkan dalam upaya perencanaan untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia bersama-sama dengan sekolah umum. Seperti juga sekolah umum, kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah dilakukan dengan cara meningkatkan pengajarannya, sarana dan prasarana pendidikan dan penggunaannya, serta buku pelajaran serta pemanfaatan peralatan pendidikan lainnya.
2)      Madrasah  Ibtidaiyah di Indonesia unik.
Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia sangat unik dan tidak sama dengan Madrasah di manapun, karena: (a) diselengarakan seperti sekolah biasa, (b) mengajarkan kurikulum nasional, (c) menyiapkan siswa untuk mengikuti ujian nasional, (d) bersifat koedukasi, (e) memberikan ketrampilan hidup untuk menjadi warga negara yang produktif dalam masyarakat modern dan majemuk, dan (f) berhasil memberikan landasan nilai dan norma tradisional agama yang kuat berbasis kepada ajaran agama Islam, disamping pendidikan umum yang modern.
Merujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, posisi dan keberadaan Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebenarnya memiliki tempat yang istimewa. Namun, kenyataan ini belum disadari oleh mayoritas masyarakat muslim. Karena kelahiran Undang-undang ini masih amat belia dan belum sebanding dengan usia perkembangan Madrasah di Indonesia. Keistimewaan Madrasah dalam sistem pendidikan nasional dapat kita lihat dari ketentuan dan penjelasan pasal-pasal dalam Undang-udang Sisdiknas sebagai berikut: dalam Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di Madrasah. Madrasah sudah sejak lama menjadi lembaga yang membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.
Salah satu keunikan lain dari Madrasah Ibtidaiyah adalah masalah pengaturan dan pengelolaan. Sampai saat ini pengaturan dan pengelolaan Madrasah Ibtidaiyah masih dilakukan secara sentralistik oleh Departemen Agama. Karena Madrasah merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, maka pengaturannya di bawah Depdiknas dan daerah sesuai UU No. 22/1999 dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sementara itu, pengelolaannya Madrasah negeri diserahkan ke kabupaten/kota.
B.     MI, Problematika, dan Tantangannya.
Madrasah Ibtidaiyah dalam perkembangan selanjutnya, dihadapkan pada -sebuah era baru yang menuntut adanya keterbukaan di segala bidang kehidupan, era yang dipenuhi dengan persaingan dan menonjolkan keunggulan teknologi informasi dengan tanpa melihat batasan-batasn regional-  era globalisasi. Era globalisasi ini akan mendorong munculnya tatanan baru masyarakat yang juga akan melahirkan persoalan dan tantangan baru bagi madrasah.
Madrasah Ibtidaiyah, seperti halnya lembaga pendidikan yang lain, memiliki berbagai macam persoalan yang harus diperhatikan dengan seksama dan segera dicarikan solusi bagi eksistensi dan juga untuk peningkatan mutu Madrasah Ibtidaiyah itu sendiri. Problematika  yang selama ini masih banyak di alami oleh Madrasah-Madrasah di Indonesia antara lain adalah:
1.      Evaluasi Pendidikan yang masih parsial.
Minimal ada tiga hal yang perlu memperoleh perhatian bagi peningkatan mutu hasil belajar di Madrasah Ibtidaiyah. Pertama, sistem yang dikembangkan sekarang belum komprehensif karena lebih berorientasi kepada pengajaran sekolah umum sehingga belum menyentuh hasil belajar yang menyangkut moral dan nilai keagamaan yang menjadi keunggulan Madrasah Ibtidaiyah.
Kedua, dalam instrumen standarisasi mutu yang diwujudkan dalam standar pelayanan minimal (SPM) dan pengendalian yang diwujudkan dalam sistem akreditasi nasional, lebih menitikberatkan kepada pengukuran inputs dalama arti statis dan kurang melihat bagaimana intensitas input itu dipergunakan untuk mendukung proses belajar mengajar, sementara yang terakhir ini merupakan salah satu keunggulan Madrasah dalam keterbatasan input yang dimiliki. Ketiga, penilaian terhadap hasil belajar siswa secara nasional yang diwujudkan dalam bentuk Ujian Akhir Nasional (UAN) masih bersifat parsial, baik dalam artian jumlah mata pelajaran maupun cara hasil belajar itu diukur.
2.      Hasil belajar yang rendah.
Berdasarkan data kelulusan dan nilai UAN yang tersedia menujukkan bahwa secara nasional hasil belajar siswa Madrasah lebih rendah dari sekolah umum. Poporsi siswa Madrasah yang tidak tidak lulus ujian akhir 7-10% lebih besar dari proporsi siswa sekolah umum, walaupun rata-rata nasional nilai seluruh mata pelajaran masih di bawah 6 di kedua jenis pendidikan tersebut.
3.      Penilaian kualitas berorientasi inputs.
Sistem akredirtasi merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas Madrasah Ibtidaiyah, namun keberadaannya saat ini masih berorientasi kepada penilaian terhadap inputs saja. Proses ini yang demikian telah mendorong Madrasah lebih mengutamakan peningkatan inputs dengan kurang memperhatikan penggunaan inputs sebagai instrumen untuk meningkatkan hasil belajar.
4.      Sumber daya manusia.
Peran sumber daya manusia yang utama dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Madrasah adalah guru dan kepala sekolah, oleh karena itu UU No. 20/2003 sangat memperhatikan mereka tetapi juga mengatur standar yang ketat. Karena sebagaian besar Madrasah adalah swasta dan kebanyakan berstatus terdaftar dana belum terdaftar maka proporsi guru PNS, yang biasanya sudah memenuhi standar minimal, sangat sedikit. Ini mengakibatkan sebagian besar adalah guru yayasan dan guru BP3 yang bekerja penuh waktu dan sebagian besar lainnya paruh waktu dengan jumlah rata-rata jam per minggunya tidak diketahui dari data yang tersedia. Mereka menjadi beban orang tua atau yayasan yang kemampuan membiayainya rendah sehingga renumerasi yang diperolehnya sangat rendah. Untungnya rata-rata mereka bekerja dengan dedikasi yang tinggi.
Menurut data statistik banyak guru yang masih dibawah standar kualifikasi walaupun beberapa diantaranya telah berpengalaman lama dan mengikuti berbagai penataran kemampuan, tetapi hasil penataran dan kemampuan ini tidak diukur seberapa jauh meningkatkan kompetensi mengajarnya.  Sebagian guru Madrasah juga mengajar tidak sesuai dengan latar belakang bidang studinya. Upaya penataran, studi lanjut, dan studi alih bidang sudah banyak dilakukan tetapi dalam statistik tidak jelas berapa diantaranya yang telah berhasil memenuhi kompetensi mengajar yang sesuai dengan bidangnya.
5.      Kepala Madrasah.
Dalam sistem manajemen berbasis sekolah diperlukan kepala sekolah yang inovatif, kreatif, dan berkemampuan melakukan pengelolaan sendiri baik dalam aspek pengembangan kurikulum, personalia, pembiayaan dan akuntabilitas. Semua Kepala Madrasah di Madrasah negeri adalah PNS sementara di Madrasah swasta hanya 34%. Proporsi yang memiliki kualifikasi minimal berkisar 19 sampai 31% dan kompetensi manajemennya juga masih rendah.
6.      Sarana dan prasaran pendidikan.
Empat komponen menjadai sorotan utama dalam studi ini, yaitu: ruang kelas, buku pelajaran, laboratorium, dan perpustakaan, karena mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap hasil belajar siswa.
a)      Ruang kelas. Pada umumnya kebutuhan ruang kelas terpenuhi kecuali di MI terdapat kekurangan sekitar 400 ruang kelas di negeri dan 8000 di swasta. Sebagian diatasi dengan cara bergilir pagi siang, sebagian dengan meminjam, dan sebagian menerapkan kelas campuran. Secara keseluruhan ada 56% yang masih layak pakai, sisanya memerlukan perbaikan dan proporsi terbesar adalah di MI swasta.
b)     Buku pelajaran. Buku pelajaran pokok yang dimiliki Madrasah berkisar antara 23 sampai 92% dari yang diperlukan di Madrasah negeri dan hanya 3 sampai 8% di Madrasah swasta dari yang diperlukan untuk memenuhi satu buku satu siswa. Sebabnya bisa karena sebagian sudah rusak, sebagian tidak dikembalikan siswa, pemerintah belum dapat memberikan lengkap, atau kelemahan distribusi. Sementara itu, selain dari pemerintah Madrasah juga membeli buku sendiri untuk pegangan guru dari penerbit lain untuk memperkaya materi yang diajarkan.
c)      Perpustakaan dan laboratorium. Sekitar 40% Madrasah negeri dan 30% Madrasah swasta memiliki perpustakaan, 50% diantaranya memerlukan perbaikan. Ada sekitar 19% MTs dan MA yang memiliki laboratorium dan hanya 36% yang memerlukan perbaikan. Jumlah laboratorium komputer lebih banyak dari pada laboratorium IPA dan bahasa, menggambarkan kepekaan Madrasah dalam mengadopsi teknologi baru dan merespon kebutuhan pasar akan ketrampilan ini[5].
7.      Setifikat tanah.
Hampir semua tanah tempat Madrasah Ibtidaiyah (swasta) didirikan dan dibangun sarananya semua diperoleh dari waqaf, sayangnya lebih dari 31.000 belum disertifikatkan sehingga rawan sengketa[6].
8.      Rendahnya Pendapatan.
Dari aspek pendapatan, secara nasional Madrasah negeri menerima bantuan dari pemerintah per-siswa 30% kurang dari sekolah umum, ini menggambarkan bahwa pemerintah belum memperlakukan sama antara Madrasah negeri dengan sekolah negeri. Perbedaan lebih lebar antara Madrasah negeri antar propinsi.
Pendapatan Madrasah swasta jauh lebih rendah dari pada Madrasah Negeri dan perbedaan antar daerah bahkan lebih besar. Semakin melebar untuk Madrasah swasta yang salah satu sebabnya karena proporsi guru PNS yang dipekerjakan di Madrasah swasta jauh lebih kecil dan bahkan banyak Madrasah swasta yang tidak menerima bantuan guru PNS sama sekali, sementara di propinsi lain memperoleh 60% guru PNS yang dipekerjakan.
Orang tua di Madrasah swasta rata-rata memberikan kontribusi yang lebih besar dari orang tua sekolah umum. Karena orang tua siswa Madrasah swasta berasal dari keluarga kurang mampu, maka kontribusinya menunjukkan upaya optimal dari kemampuannya untuk membayar.
Pada saat sekarang kontribusi Daerah kecil. Apabila keadaan seperti ini tidak diperbaiki terlebih dahulu, maka akan menjadi beban APBD Daerah sewaktu didesentralisasikan, terutama yang penerimaan DAU-nya kecil sementara jumlah siswa Madrasahnya besar. Sebagian Madrasah beruntung memperoleh dari swadaya dengan menyelenggarakan kegiatan yang menghasilkan. Sebagian Madrasah didukung oleh donatur tetap, dan hampir semua Madrasah juga meperoleh keuntungan dari guru honor yang bekerja dengan imbalan jauh di bawah upah dasar minimum.
9.      Pengeluaran yang besar.
Pengeluaran terbesar anggaran Madrasah masih didominasi untuk gaji dan honorarium yang mecapai antara 60 sampai 80%. Di Madrasah swasta yang pendapatannya kecil, proporsinya ditekan sampai 50% agar untuk mendukung proses belajar mengajar lebih besar. Namun demikian dalam rupiah masih sangat kecil, yaitu Rp. 5.000,- per siswa per tahun, jumlah yang terlalu kecil untuk meningkatkan kualitas.
Sementara, tantagan yang harus dihadapi oleh Madrasah di era globalisasi ini antara lain, pertama, perubahan orientasi pendidikan masyarakat akibat tuntutan era industrialisasi di tengah-tengah masyarakat. Kedua, munculnya tren baru pendidikan akibat dari dampak lanjutan perubahan orientasi pendidikan masyarakat di atas, yakni tren yang menjadikan pendidikan umum lebih diprioritaskan dibandingkan dengan pendidikan agama. ketiga,  kenyataan bahwa, dewasa ini, kualitas layanan pendidikan yang diberikan oleh Madrasah dinilai masih rendah daripada layanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah umum, apalagi negeri[7].
C.    Desentralisasi Pendidikan dan Upaya Revitalisasi Madrasah Ibtidaiyah
Desentralisasi di bidang pendidikan adalah pemindahan wewenang dalam pengaturan pelayanan dan fungsi-fungsi pengaturan dari Pemerintah Pusat kepada Kabupaten/Kota, dan sebagian pengelolaan diberikan ke sekolah dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Prinsip-prinsip desentralisasi seperti dinyatakan dalam UU No.22/1999 adalah demokrasi, partisipasi masyarakat persamaan, pemerataan, dan kemandirian dalam hal-hal yang diserahkan, dengan memperhatikan keberagaman potensi Daerah dan menjalin hubungan yang hamonis antara tingkat pusat dan daerah, dengan meningkatkan peran perwakilan daerah dan menyediakan dukungan finansial.
Terdapat dua hal pokok yang terdapat pada UU No. 22 dan 25 tahun 1990 tentang desentralisasi dan Otonomi Daerah, yakni:
1.      Adanya perubahan piramida kewenangan Pemerintahan. Pasal 10, meletakkan otonomi luas dan utuh pada Kabupaten/Kota. Pasal 9, otonomi provinsi merupakan otonomi yang terbatas dan pasal 112 provinsi di amanatkan sebagai fasilitator dan perekat.
2.      Pembanguna paradigma baru, diantaranya
a)      Demokratisasi penyelenggaraan
b)      Pemberdayaan aparat dan masyarakat (peningkatan partisipasi dan tanggung jawab)
c)      Peningkatan pelayanan umum kepada masyarakat (pengembangan kewajiban dan hak sipil)
Berangkat dari beberapa hal tersebut diatas, maka beberapa langkah strategis perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan kuatlitas pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah, langkah-langkah tersebut antara lain:
1.      Perbaikan Komponenen Input Madrasah Ibtidaiyah
Menelisik akar persoalan diatas tidaklah mudah untuk merevitaliasi kondisi pendidikan madrasah. Namun, keseriusan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan sangatlah diperlukan, karena besarnya Anggaran pendidikan tanpa diimbangi dengan program pendidikan yang benar malah akan menimbulkan persoalan baru.
Melihat kondisi dan realitas yang ada setidaknya tiga komponen input yang harus segera dibenahi.Pertama, pembenahan sarana dan infrastruktur pendidikan. Hal ini amatlah wajar, ketika kita berbicara persoalan pendidikan dengan mengenyampingkan sarana dan infrstruktur adalah omong kosong. Bagaimana para siswa akan belajar jika lokalnya tidak ada, hancur, mau roboh dan tidak layak digunakan, ataupun bagaimana para siswa akan dapat memahami ilmu yang diberikan oleh guru dalam bidang biologi misalnya ataupun kimia yang membutuhkan praktek, sementara sekolah tidak memiliki laboratorium maupun sarana praktek yang lain, dan inilah kondisi yang terjadi di madrasah-madrasah hari ini.
Kedua, konsistensi dan keberlanjutan pembinaan guru. Sudah dikatakan diawal bahwa berbicara persoalan madrasah apalagi dengan sekian wacana peningkatan madrasah bermutu tidaklah mungkin mengenyampingkan sosok guru. Maka konsistensi pembinaan guru madrasah merupakan sebuah keharusan sebagai upaya menciptakan guru yang profesional. Profesionalitas seorang guru sangat vital untuk mensukseskan pendidikan yang bermutu. Dengan pembinaan guru yang konsisten ini diharapkan akan tercapai standarisasi pendidik yang dibutukan bagi guru-guru madrasah sehingga guru yang profesional dapat terwujud. Adapun Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sebagaimana yang dijelaskan dalam PP RI NO. 19 TAHUN 2005 Tentang Guru Dan Dosen, dalam pasal 28 disebutkan.
a.       Kompetensi Pedagogik. Kompetensi adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisaskikan berbagai potensi yang dimilikinya.
b.      Kompetensi Kepribadian, yaitu kemampuan yang mantap, stabil, dewasa, arif dan beribawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
c.       Kompetensi Profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya pembimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
d.      Kompetensi Sosial, yaitu kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali, peserta didik, dan masyarakat sekitar[8].
Seorang guru juga harus menyadari bahwa, pembelajaran bukan sekedar memorasi dan recall, bukan pula sekedar penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos), tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati serta dipraktekan dalam kehidupan oleh peserta didik (etos).
Ketiga, pelaksanaan monitoring dan evaluasi dalam kerangka pengembangan madrasah sejalan dengan peningkatan mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabiltas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan, monitoring dan evaluasi juga dilakukan dalam kerangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Monitoring dan Evaluasi harus dilakukan secara konsisten untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik, dan perkembangan madrasah secara berkesinambungan.
2.      Penyelenggaraan Manajemen Berbasis Sekolah dengan Berorientasi Perbaikan Mutu dan Peningkatan Pelayanan Pendidikan.
Di tingkat satuan pendidikan pada saat ini, pengelolaan Madrasah Ibtidaiyah swasta sama dengan Madrasah Ibtidaiyah negeri kecuali dalam akreditasi yang hanya dikenakan pada Madrasah Ibtidaiyah Swasta. Sedangkan dalam pengelolaan, 91% Madrasah Ibtidaiyah adalah swasta sehingga lebih otonom dan diselenggarakan oleh berbagai tipe yayasan yang bervariasi. Variasinya tidak hanya dalam aliran Islam, tetapi juga dalam ukuran dan struktur yayasan.
Mulyasa, seperti dikutip Abdul Rahman Saleh,  menyatakan setidaknya terdapat tujuh komponen yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yakni: (a) Kurikulum dan Program pengajaran (b) Tenaga Kependidikan (c) Kesiswaan (d) Pembiayaan (e) Sarana dan Prasarana Pendidikan (f) Pengelolaan Hubungan sekolah dengan masyarakat (g) Manajemen Pelayanan khusus Lembaga pendidikan[9].
Madrasah Ibtidiyah, sebagai institusi pendidikan, harus dikembangkan dan diarahkan pada mekanisme organisasi dan penyelenggaraan yang profesional. Formulasi mekanisme organisasi dan penyelenggaraan tersebut adalah: (a) penataan seluruh komponen pendidikan  menuju tercapainya tujuan institusional (b) orientasi pengelolaan diarahkan kepada terciptanya hubungan timbal balik antara madrasah Ibtidaiyah dan masyarakat. (c) fleksibilitas pengelolaan (d) melalui pendekatan yang profesional (e) bersifat terbuka dan demokratis (f) kerja sama  denagan unsur dan unit kerja lain (g) mengembangkan konsep keterpaduan (h) pengawasan dan kontrol pengelolaan yang independen (i) menyiapkan perangkat hukum (j) Pembentukan dan perbaikanimage.[10]
3.      Prinsip pendanaan yang adil.
Demi prinsip keadilan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang sama seperti yang diamanatkan UU Sisdiknas yang baru, studi ini mendukung rekomendasi Studi Pengembangan Sektor Pendidikan yang mengusulkan dilakukan perubahan sistem pendanaan pendidikan dengan berbasis rumusan kebutuhan per-siswa dengan memperhatikan ketimpangan tersebut di atas. Agar Madrasah dapat mengejar ketertinggalan dalam memperoleh dana pemerintah, tetap dapat mempertahankan dan mengembangkan ciri khasnya, dan terdorong untuk selalu meningkatkan kualitas, maka disarankan agar kebijakan pendanaan pemerintah dilakukan dalam bentuk hibah, berorientasi kepada kinerja, diprioritasikan untuk memperbaiki disparitas, didukung dengan pembentukan Dana Amal Abadi Pendidikan (endowment fund).
Penyaluran dana pemerintah diwujudkan dalam bentuk hibah (block grant) dimana Madrasah diberi kewenangan untuk mengatur penganggarannya sendiri untuk semua komponen masukan instrumental pendidikan, baik untuk kegiatan rutin maupun kegiatan pengembangan, dan ini sesuai dengan amanat UU Sisdiknas pasal 49. Untuk berorientasi kinerja, setiap Madrasah perlu menyiapkan Rencana Program Peningkatan Kualitas beserta usulan anggarannya sebagai dasar untuk menetapkan dana bantuan pemerintah. Prioritas diberikan kepada Madrasah di Daerah yang selama ini kurang memperoleh dana pemerintah, di daerah terpencil, terisolasi, dan daerah miskin, agar Madrasah yang bersangkutan dapat mengejar ketertinggalannya.


Minggu, 15 September 2013






Oleh: Lalu Muhammad  Nurul Wathoni, M.Pd.I.


MADRASAH BINA UMMAH KOTA BATAM “ Teguh Beragama dan Berprestasi”
 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” 
(QS. t tahrim:6)

“Memelihara diri dan keluarga dari api neraka adalah melalui pendidikan yang baik dan benar” (ali bin abi thalib karramallahuwajhahu)
“kalian semua adalah pemimpin dan masing-masing pemimpin bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinya.” (HR Bukhari)

Genersai hari ini adalah tulang punggung umat di esok hari . Oleh karnanya, mutlak di butuhkan sekolah/madrasah yang memberikan pendidikan agama dan umum di tengah kaum muslaimin yang bertujuan membentuk generasi teguh beragama dan berprestasi.

Madrasah Bina Ummah Kota Batam hadir sebagai solusi untuk menjawab tantangan tersebut dengan konsep pendidikan yang unggul dalam nili-nilai keislaman yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih serta berprestasi dalam bidang akademis dengan dukungan  sarana dan prsarana yang unggul.

Perubahan era, selalu saja diawali oleh informasi. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, kecepatan memperoleh informasi akan menjadi modal utama dalam rangka menentukan tujuan dan strategi untuk sukses, untuk hidup dengan motif bersaing dan prestatif. Madrasah Ibtidaiyah Bina Ummah Kota Batam adalah sekolah yang memiliki kesadaran tersebut dan bergerak maju dengan motif prestatif. Denyut nadi aktivitas kami adalah menjadi agen perubahan di dunia pendidikan semata-mata “Li ‘ilaai Kalimatillahi Wa Izzil Islami Wal Muslimin”